Menang bukan menghancurkan lawan, tetapi sebaliknya menjadikan lawan menjadi sahabat/ mitra

.
Serious sport has nothing to do with fair play. It is bound up with hatred, jealousy, boastfulness, disregard of all rules, and sadistic pleasure in witnessing violence: in other words it is war minus the shooting. — George Orwell

George Orwell seorang novelis Inggris bernama asli Eric Arthur Blair (1903-1950). Lahir di India dan hidup dalam kemiskinan sampai umur tiga puluhan sebelum menjadi pengarang terkenal.

-----------------------

Olah raga di jaman ini sudah menjadi suatu industri bisnis yang sangat menggiurkan. Lihatlah bagaimana penyelengaraan olimpiade multi cabang, atau pertandingan satu cabang misalnya world cup sepakbola, Champion Club di tingkat regional maupun NBA basket tingkat nasional di AS. Semua menyerap sponsor jutaan bahkan milyaran dollar. Ratusan produk dan perusahaan terlibat didalam setiap event yang diadakan. Menjadi juara merupakan prestise suatu negara. Para olahragawannyapun menjadi celebritis dan kaya raya.

Tanpa bermaksud melecehkan sportivitas, olahraga baik jaman George Orwell sampai saat ini tidak berubah, tetap menimbulkan cemburu, sakit hati dan kesombongan. Unsur ini ada karena adanya persaingan. Ada yang menang dan ada yang kalah. Setuju atau tidak olahraga merupakan suatu “perang” tanpa senjata.

Olahraga sudah masuk sebagai suatu cabang dalam dunia usaha, sebaliknya dunia usaha juga memiliki ciri yang sama dengan olahraga.

Di dalam dunia usaha/bisnis, persaingan begitu ketat, ada yang melakukan fair play, ada yang berbuat curang. Sakit hati, iri hati, saling menjatuhkan dan saling menghancurkan. Segala macam cara dilakukan untuk menang. Siapa yang menang menjadi kaya raya, siapa yang kalah masuk comberan. Inilah perang.
Dunia bisnis sama seperti perang. Itulah sebabnya buku seni perang Sun Tzu menjadi bacaan wajib para mahasiswa MBA dan pengusaha.

Perang antara pengusaha modal besar dan yang bermodal pas-pasan. Perang antara yang pintar dan bodoh. Perang antara yang cepat dan lambat. Siapakah pemenangnya?

Semua orang tentunya ingin jadi pemenang. Betapa indahnya menjadi pemenang. Harga diri melambung tinggi. Kesombongan menyertai. Bagaimana dengan pihak yang kalah? “Emang Gua Pikirin!”

Kemenangan dapat membuat seorang menjadi lengah, dan secara jangka panjang kadang bisa berbalik menjadi kekalahan yang parah. “Lebih baik kalah dalam satu pertempuran tetapi menang dalam perang”, nasehat Sun Tzu.

Hal ini pula yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi global. Semua ingin menang tanpa memperdulikan pihak lain. Amerika sebagai negara besar super power merasa bisa menang dengan menekan negara kecil. Akhirnya sekarang apa yang terjadi?

Alangkah baiknya bila kemenangan itu dicapai bersama-sama dengan banyak pihak. Istilahnya Win-Win solution. Tidak ada pihak yang kalah disini. Semuanya adalah pemenang dan senang. Semua pihak mengalami kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan.
Untungnya hal ini juga disadari oleh negara besar atau perusahaan besar. Mereka harus mengangkat lingkungan sekitarnya menjadi lebih besar, lebih bagus, lebih bertumbuh berkesinambungan, karena ini merupakan fondasi dasarnya. Dalam krisis ini, semua pihak harus bekerja sama untuk keuntungan bersama.

Alam sebenarnya juga memberikan contoh tentang hal ini. Amatilah burung kecil yang memakan kutu di punggung badak. Sang burung kenyang, sang badak bebas dari penyakit. ***


salam.