Waspada dengan bawahan penjilat

There is one way to find out if a man is honest--ask him. If he says yes, you know he is crooked. — Groucho Marx

Groucho Marx (1895-1977) seorang aktor film komedi Amerika, bersama-sama saudaranya terkenal sebagai Marx Brother. Lima bersaudara sejak kecil sudah manggung di theater Broadway
-------------

Sebagai manusia biasa, tentunya kita senang bila usulan atau pendapat kita di setujui orang lain. Setuju berarti mendukung, tapi pendapat yang didukung belum tentu benar. Dan hal ini sering kali membuat kita terlena dan jatuh.

Sejarah menunjukan banyak pemimpin yang jatuh karena terlena oleh bawahannya yang ABS (asal bapak senang), Yes Man, dan penjilat-penjilat ulung. Dalam sejarah Indonesia kita bisa belajar dari kejatuhan Soekarno, Suharto, dan terakhir Gus Dur. Mereka adalah pemimpin yang sangat berkuasa pada jamannya, namun akhirnya jatuh karena orang-orang dekatnya tidak menginformasikan keadaan luar yang sebenarnya.

Pada waktu kita salah, bawahan penjilat bila ditanya pendapatnya, tetap akan mengatakan setuju dan benar, namun bawahan yang baik dan loyal akan memberikan kritik dan usulan alternatif. Bawahan yang loyal berani mengambil resiko kehilangan jabatannya untuk sebuah kebenaran. Sebaliknya bawahan penjilat hanya bermaksud melindungi jabatan dia sendiri, kalau perlu dengan mengorbankan atasan.

Tanpa disadari, kita sering kali tertipu. Salah satu kelemahan manusia yang seringkali dimanipulasi adalah kebanggaan diri, harga diri, dan kesombongan. Ego manusia, apalagi pada saat berkuasa sangat rentan dengan godaan ini.

Rasanya memang lebih enak mendengar kata-kata yang manis, walaupun itu beracun.

Kutipan dari Groucho Marx kali ini mempunyai tema sentral yaitu kejujuran. Kejujuran ada di dalam hati, bukan dalam ucapan. Kata-kata seseorang dan bahkan suatu perbuatan dapat hanya merupakan sebuah sandiwara yang secara sengaja dilakukan untuk mengesankan bahwa dia jujur, namun apa yang sebenarnya hanya dia sendirilah yang tahu.

Bukan hal yang mudah untuk mengetahui seorang jujur atau sedang berbohong, namun hal itu bukan hal yang luar biasa dan bahkan dapat dipelajari. Belajar dari pengamatan. Belajar dari pengalaman.

Salah satu cara yang saya pribadi sering terapkan untuk hal ini adalah sebagai berikut: Suatu saat bila perusahaan ada satu masalah, saya mengun-dang semua bawahan untuk diskusi mencari solusinya. Masing-masing orang yang mengelu-arkan solusi, dicatat nama dan solusinya. Sesudah terkumpul cukup alternatif solusi, saya akan mengeluarkan ide/solusi sendiri yang sebenarnya juga tidak saya setujui. Sesudah itu grup akan terbagi menjadi tiga yaitu: bawahan yang langsung berubah mengikuti solusi saya, bawahan yang diam saja takut berkomentar, dan yang menolak. Dengan beberapa kali melakukan ini, saya dengan mudah mengetahui siapa bawahan saya yang loyal dan siapa penjilat. ***